21 Agustus 2010

Seorang Rohaniawan dan Sopir Mikrolet

Cerita ini saya kutip dari buku KEMATIAN: Panduan Untuk Menghadapinya dengan Senyuman karya Anand Krishna.. (Gramedia, 2000)

***
Seorang rohaniawan dan sopir mikrolet meninggal pada hari yang sama. Petugas Pencabut Nyawa datang menjemput mereka.

Karena rumah mereka bersebelahan, Petugas Pencabut Nyawa menyediakan satu kendaraan. Sang rohaniawan berang, “Aku bersama si sopir jorok itu? Nggak salah?”

Petugas Pencabut Nyawa mohon maaf, “Sorry, Boss. Karena krismon, kami pun melakukan apa yang disebut ‘rasionalisasi’ dan efisiensi. Kalau bisa menggunakan satu kendaraan, ya tidak usah dua. Ngirit bahan bakar!”

Dengan berat hati, rohaniawan itu terpaksa bersedia duduk dalam mobil yang sama. Sopir mikrolet duduk di depan, sementara sang rohaniawan di belakang.

Sampai di sorga, Petugas Pencabut Nyawa mempersilakan sopir mikrolet turun juga. Rohaniawan kita sudah tidak bisa menahan diri lagi, “Nggak salah? Masa sopir mikrolet itu masuk sorga juga? Ia tidak pernah beribadah. Tidak pernah menyumbang untuk tempat ibadah. Bahkan, kalau lagi bawa mikrolet pun ia selalu ugal-ugalan.”

“Ya, nggak tahu ya! Tugas saya sebatas mencabut nyawa. Nanti Bapak tanya di reception deh.”

Aneh, aneh, aneh. Begitu memasuki lobby sorga, sang rohaniawan tambah heran. “Kacau deh, rupanya di sini pun ada praktek KKN,” pikir dia.

Pasalnya, si pengemudi mikrolet itu diberi perhatian khusus. Bahkan, kamarnya pun di lantai teratas – presidential suite. Sebaliknya, sang rohaniawan harus puas dengan kamar biasa di lantai 6.

“Kok bisa begini, saya seorang rohaniawan mendapatkan kamar biasa di lantai 6. Dan pengemudi mikrolet yang ugal-ugalan itu mendapatkan presidential suite di lantai paling atas. What’s wrong?” tanya sang rohaniawan.

“Begini Pak, semasa hidupnya ia telah menyadarkan puluhan ribu orang. Karena dialah, ada begitu banyak orang yang belajar menerima kematian. Dari dia, sekian banyak orang yang belajar berdoa.”

Penjelasan receptionist itu sangat tidak masuk akal. “Oh, ya? Apa yang ia lakukan? Saya tidak pernah melihat dia ke tempat ibadah. Ia tidak pernah memberikan ceramah agama ataupun menyumbang untuk keperluan social.” rohaniawan kita semakin bingung.

“Memang, dia tidak pernah ke tempat ibadah. Tidak bisa memberi ceramah. Juga tidak mampu memberi sumbangan. Mau sumbang apa? Penghasilan saja pas-pasan. Tetapi, cara dia mengemudi mikrolet begitu mengerikan, sehingga setiap penumpang merasa berhadapan dengan maut! Mereka mulai menerima maut sebagai bagian dari kehidupan. Lalu mereka berdoa dalam hati, dalam keheningan. Jadi, secara tidak langsung, ia telah membuat sekian banyak orang bisa menerima kematian dan belajar berdoa dengan cara yang benar, yaitu: berdoa dalam hati, dalam keheningan.”

***
Demikian tadi... ^_^
Saya merasa perlu mengucapkan terima kasih pada salah seorang teman saya yang telah memberikan buku karangan Anand Krishna tersebut pada saya. Benar-benar memperluas pengetahuan dan pemahaman, serta membangun kesadaran... Terima kasih.. ^_^


---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar