21 Agustus 2009

Cinta bukan sekedar kata

Cintailah Allah sebelum kau mencintai yang lain…
Ungkapan itu dulu begitu abstrak bagiku. Dulu aku selalu memaksa diriku untuk bisa memahaminya. Selalu kucoba untuk mengertinya… membayangkan bahwa aku harus menghormati, tunduk, cinta, patuh, dan mengingat sosok Allah… Maaf jika kusebut sosok, karena saat itu aku memang masih memahami Allah itu sebagai sosok…, yang tak kuketahui wujud-Nya seperti apa.
Dulu, yang ada dalam bayanganku adalah bahwa Ia sangat Besar karena ia Maha Besar, Maha tinggi, maha suci, maha segala-galanya… tak ada yang menandingi kebesarannya. Ia di atas segala-galanya. Pernah aku berpikir, dimana Ia duduk? dimana Ia berdiri? dimana rumahNya? Apakah di luar jagat raya ini? Ataukah ia melingkupi seluruh jagat raya ini? Lalu, sosoknya berupa apa? Lalu, ada yang bilang, Allah itu ada dimana-mana, tangan Allah ada dimana-mana. Baru saja aku mau mensintesa suatu pemahaman baru, terburu-buru ada yang meralatnya, bahwa katanya, yang benar adalah bahwa Allah itu tempat tinggalnya hanya satu, bersemayam di atas ‘arsy-Nya yang agung. Kembali aku berpikir, arsy : kursi. Berarti Allah duduk di atas singgasana yang super besar? dimana? Seperti apakah? Lalu kubaca buku, yang menurut analisis penulisnya, Arsy Allah itu terbuat dari ‘air’. Air? Segera saja otakku berimajinasi lagi membayangkan singgasana yang terbuat dari air, dan sangat megah… lalu di atasnya ada Allah.
Dulu saat masih TK, pernah terpikir, wujud Allah itu seperti manusia raksasa. Lalu, orang-orang bilang, Allah itu beda dari makhlukNya. Lalu aku pun meralat pemikiranku. Mencoba mereka-reka seperti apakah Allah itu? Lalu ada yang bilang bahwa cahaya Allah itu tak pernah redup, cahaya di atas cahaya…. Aku pun jadi berpikir, mungkinkah Allah itu bentuknya seperti bola cahaya yang terang benderang? Tetapi sekali lagi ada yang memarahiku karena katanya, bukannya cahaya itu juga makhluk ciptaan Allah? Kan Allah beda dari makhlukNya? Hah…. bingung lagi…. bingung lagi… Soalnya susah jika berdoa tanpa membayangkan ada sosok yang sedang mendengarkan doaku… Dan susah juga untuk mencerna kalimat, “La tahzan, innallaha ma’ana” tanpa membayangkan ada sosok yang sedang menyemangati dan terus memotivasiku.
Lalu, ada yang menghentikanku membayangkan sosok Allah, yaitu suatu pernyataan dari orang-orang bahwa manusia itu dilarang berpikir tentang zat Allah, karena hanya akan mejerumuskan manusia pada kesesatan. Saat mendengar hal itu, sebenarnya aku ingin bertanya, mengapa? kok bisa? Tapi, aku sadar kalau aku hanya mencari pembenaran atas pendapatku, jadi aku urungkan. Dan aku terus menipu diriku, bahwa aku mempercayai kebenaran pernyataan “tidak dibenarkan berpikir tentang zat Allah”. Dan itulah yang kujawab ketika temanku yang suka berpikir terlalu mendalam, menanyakannya padaku.
Tetapi, sesuatu yang terus ditekan di alam bawah sadar, nggak akan hilang, malah akhirnya akan mencuat dan meledak.
Suatu kali aku ngobrol dengan seorang teman yang pemahamannya tentang hidup dan kehidupan ini lebih luas dariku, dan dari perspektif yang beda juga dariku. Tak kusangka, ia bertanya, “bagaimana caramu mengingat Allah? Padahal, kamu belum pernah melihat sosok-Nya?”
Kupikir, iya juga ya? bagaimana caraku mengingat Allah? Jawabanku saat itu nggak jelas juntrungannya alias mbulet. haha…, biasa…. Tetapi jawaban temanku saat itu, masih kuingat sampai sekarang, “Mengingat Allah: dengan membaca, mempelajari, dan mengaplikasikan firman-firman-Nya di kitab suci dalam hidup dan kehidupan kita.”
Iya, saat itu, kenapa aku nggak kepikiran kesana ya? Padahal itu adalah jawaban yang sangat logis.
Saat itu aku nyeletuk, “iya ya? manusia kan tidak bisa melihat Allah?”
Temanku mengerutkan dahinya, “Tidak bisa melihat sosok Allah, memang iya. Tetapi manusia dikaruniai indera untuk bisa melihat kerja Allah, melihat hasil karya cipta Allah, melihat sistem Allah yang bekerja di alam semesta…., sistem yang sempurna…. Contohnya, adanya gaya gravitasi di bumi, rotasi planet-planet, revolusi planet-planet mengelilingi bintang, dan bahkan di sel tubuh manusia juga terdapat sistem ciptaan Allah yang sempurna, atau di atom-atom penyusun materi: terdapat sistem yang sempurna antara electron, neutron, ataupun proton.”
Lalu, bagaimana bentuk cinta manusia kepada Allah? Sahabatku menjawab, “dengan mengabdi kepada-Nya, tidak menyimpang dari sistem-Nya…, dan bila sistemNya telah dirobohkan, cintanya adalah dengan menegakkannya lagi….”
Dia melanjutkan, “Sistem Allah yang sempurna itu harusnya juga berlaku dalam kehidupan manusia. Tetapi, saat ini belum berlaku. Saat ini banyak manusia yang mengaku mencintai Allah melebihi apapun, tapi ia tak berbuat apapun untuk menegakkan kembali sistem Allah itu… Mungkin itu yang dimaksud dengan pernyataan alkitab bahwa : Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia (Mat,15: 8-9). Juga kata Al-Quran bahwa: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut padahal mereka telah diperintahkan mengingkari thaghut itu, dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya (QS 4:60)”

Lanjutnya, “Cinta itu tak cukup hanya diikrarkan di bibir saja, hanya sekedar kata, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan, pengabdian kepada apa Yang dicintai, sesuai keinginanNya…”


***

3 komentar:

  1. Postingan yg menarik, dik. Kata2nya indah, blognya menawan. Keep writing. O,ya. Makasi sdh add d FB saya. Keep intouch

    BalasHapus
  2. Postingan bgs d blog yg apik. Keep writing. Makasi sdh add FB saya. Keep intouch!

    BalasHapus
  3. @Sharing is fun : sama-sama mbak, terima kasih sudah dikonfirm dan telah mengunjungi blog saya... ^_^

    BalasHapus