30 September 2010

bahasa menunjukkan bangsa

Yah, bahasa menunjukkan bangsa. Sebuah ungkapan yang sangat sering kita dengar, tapi ... secara tak sadar kita sering melupakannya. Atau memang sengaja? Ah, bingung saya.

Kadang manusia terlalu mudah terpancing emosinya. Bahasa luhur nan mulia yang tersimpan di memorinya pun sering telrupa jika emosinya telah menguasainya. Yang keluar dari mulutnya biasanya kata-kata yang tak tersusun rapi dan membuat emosi pula orang yang mendengarnya. Hehehehe....

Banyak yang sangat menginginkan perdamaian. Ya, bisa dipahami sih, kalau bagi yang menginginkan perdamaian, biasanya sangat benci tindakan rasis, kekerasan atas nama perbedaan agama, isu SARA, perang beda suku, terorisme, dan sebagainya. Tapi, entah disadari atau tidak, (saya juga tak tahu) sering kita yg menginginkan perdamaian ini malah mengusik perdamaian. Ya dengan menggunakan bahasa-bahasa yg emosional tadi. Kita mengugkapkan kemarahan kepada mereka yang tak bisa menjaga perdamaian, tapi kita sendiri menggunakan bahasa yang mengusik rasa damai. Apa ini yg namanya "menginginkan perdamaian"? Hmmm.... kadang saya tak habis pikir....

Memang sih, ada sesuatu yang bergolak di dalam pikiran ini, ketika membaca atau mendengar berita tentang ormas yang melakukan kekerasan atas nama agama (misalnya), atau ada pertikaian antar suku yang menelan banyak korban, atau ada pejabat yang melupakan rakyatnya, atau... banyak lagi hal yang mengusik kedamaian. Sesaat serasa ingin mengumpat. Tapi, bukankah umpatan kotor itu juga bisa mengusik kedamaian? Bahasa menunjukkan bangsa.

Ah! Mereka yang mengusik kedamaian itu, mereka itu kenapa sih sebenarnya? Apa kita pantas mengatakan mereka picik? mereka bodoh? mereka kejam? dsb.... Sama sekali tak pantas kawan.....

Mereka hanya orang yang belum tahu ttg kedamaian seperti yang anda tahu.

Dan kalau mereka belum tahu, siapa yang salah?

Memang, ada ungkapan "siapa yang serius mencari, pasti akan dapat jawaban". Tapi jawaban itu kadang dititipkan pd mereka yang sudah tahu.
Ada tanggung jawab moral bagi anda yang "tahu", untuk memberi tahu.
Tapi perlu dicatat juga, bahwa cara pemberitahuan yang tak tepat malah bisa membuat orang yang kita beritahu, jadi tak ingin tahu lagi.

bahasa menunjukkan bangsa, kawan, ^_~

by myself - by Linkin Park -

What do I do to ignore them behind me?
Do I follow my instincts blindly?
Do I hide my pride from these bad dreams
And give in to sad thoughts that are maddening?
Do I sit here and try to stand it?
Or do I try to catch them red-handed?
Do I trust some and get fooled by phoniness,
Or do I trust nobody and live in loneliness?
Because I can't hold on when I'm stretched so thin
I make the right moves but I'm lost within
I put on my daily faade but then
I just end up getting hurt again
By myself (Myself)

Pre chorus:
I ask why, but in my mind
I find I can't rely on myself

Chorus:
I cant look around
(its to much to take in)
I cant hold back
(when im stretched so thin)
I cant slow down
(watching everything spin)
I cant look back
(starting over again)

If I turn my back I'm defenseless
And to go blindly seems senseless
If I hide my pride and let it all go on
Then they'll take from me 'till everything is gone
If I let them go I'll be outdone
But if I try to catch them I'll be outrun
If I'm killed by the questions like a cancer
Then I'll be buried in the silence of the answer
(By myself)

Pre chorus
Chorus
Dont You(x30)

Don't you know
I can't tell you how to make it go!
No matter what I do, how hard I try!
I can't seem to convince myself why!
I'm stuck on the outside.(x5)

-----------

Ini juga salah satu lagu Linkin Park yang dulu pernah jadi "aku banget" bagiku. hehehe..... Senang aja mengenang masa-masa itu...,

forgotten ~by Linkin Park~

Lirik lagu LP yg satu ini menurutku benar-benar menggambarkan kondisi dunia saat ini...
I love this song very much ...

-----

FORGOTTEN

From the top to the bottom
Bottom to top I stop
At the core Ive forgotten
In the middle of my thoughts
Taken far from my safety
The pictures there
The memory wont escape me

We're stuck in a place so dark
You can hardly see
The manner of matter that splits with the words I breathe
And as the rain drips acidic questions around me
I block out the sight and the powers that be
And duck away into the darkness
Times up
I wind up in a rusted world with eyes shut so tight that it blurs into the world of pretend
And the eyes ease open
And its dark again

From the top to the bottom
Bottom to top I stop
At the core I've forgotten
In the middle of my thoughts
Taken far from my safety
The pictures there
The memory won't escape me
But why should I care?

In the memory you'll find me
Eyes burning up
The darkness holding me tightly
Until the sun rises up

Listen to the sound
Dizzy from the ups and downs
I'm nauseated by the polluted rock thats all around
Watching the wheels of cars that pass
I look past to the last of the light and the long shadows it casts
A window grows and captures the eye
And cries out a yellow light as it passes me by
And a young shadowy figure sits in front of a box
Inside a building of rock with anntenaes on top, now
Nothing can stop in this land of the pain
The sane lose not knowing they were part of the game
And while the insides change
The box stays the same and the figure inside could bear anybodys name
The memories I keep are from a time like then
I put on my paper so I could come back to them
Someday I'm hoping to close my eyes and pretend
That this crumpled up paper can be perfect again

Yo, from the top to the bottom
Bottom to top I stop
At the core I've forgotten
In the middle of my thoughts
Taken far from my safety
The pictures there
The memory won't escape me

I'm here at this podium talking
The ceremonial offerings dedicated to urban dysfunctional offspring
What's happening?
City governments are eternally napping
Trapped in greedy covenants
Causing urban collapse
And bullets that scar souls with dark holds
Get more than your car stole, for real
This societies deprivation depends not on our differences but the separation within
No preparation is made
Limited age and minimum wage
Living in a tenement cage for innocent pay
Tragedy within a parade
The darkness overspreads like a permanent plague
I'm the forgotten

In the memory you'll find me
Eyes burning up
The darkness holding me tightly
Until the sun rises up

------
Bagus khaaan? ^___^

27 September 2010

suasana (2)

Suasana. Kemarin sore aku berkunjung ke rumah simbah-ku di klaten, bersama Setyo, sohibku. Sampai di sana, halaman rumah yg luas segera menyambut kami. Daun-daun yg gugur, berserakan di halaman rumah. Angin semilir menimbulkan irama akibat gesekan antar daun-daun pohon mangga. Sejenak dejavu.

Simbah putri sekarang tinggal sendirian di rumah yg tergolong luas itu, setelah seminggu yg lalu ditinggal simbah kakung. Sepi, dan sakit.

Setahun yg lalu mungkin aku masih bisa berharap simbah putri menyambutku di pintu masuk rumah, menunjukkanku kamar yg bisa kupakai untuk istirahat, atau meja makan tempatku bisa mengganjal perutku. Tapi kali ini tak pantas saja aku mengharapkan itu semua. Yg ada, halaman luas menghampar, daun2 gugur berserakan, pintu dan jendela rumah tertutup, dan hanya satu pintu utama yg terbuka. Aku segera masuk, n menuju kamar simbah seolah ku tahu pasti simbah ada di ruang itu. Dan, ya, memang benar. Dg suaranya yg setengah merintih, mungkin karena perih, ia masih sempat menyambutku, n memberi instruksi padaku untuk istirahat dulu. Ah!

Aku segera menjelajah ruang-ruang yang kini memang "kosong", di rumah itu. Berdebu, dan lembab. Kubuka jendela-jendela yg setahun lalu biasa terbuka, n pintu-pintu yg sepantasnya dibuka. Kuambil sapu, dan... ya, melakukan kebiasaanku seperti tahun-tahun lalu saat berkunjung ke rumah ini: menyapu.

Ya. Aku teringat, dulu pernah aku berkata pada ayahku saat aku diminta menyapu daun-daun berserakan di halaman rumah ini, "kenapa mesti disapu tiap pagi? toh nanti daun-daunnya juga akan berguguran lagi dan kotor lagi,". Jawabannya kutemukan setidaknya setahun yg lalu, ketika simbah kakung dan simbah putriku dua-duanya sedang sakit, dan saat itu aku ke rumah ini, lalu mendapati halaman rumah yg begitu aku melihatnya, aku langsung bertanya dalam hati, "berapa hari tak disapu ya?".

Dan baru kemarin sore aku berniat, untuk menyapu halaman "rumahku" secara rutin. Ya, ruang-ruang di qalbuku.

24 September 2010

mathematics, I love U so math ...



Siang tadi, akhirnya aku menemukan yg benar-benar aku cintai: matematika! hahaha...
i love u so math, mathematics... :))
-made with deviantart Muro-

berada kembali

sekarang, aku percaya kekuatan impian yg menghidupkan...

welcome my new life!!!

Now, I know what for I must fight, ^_~


-----
Setelah membiarkan perasaanku terluap, menarikan pulpenku di atas kertas yg selama ini jadi teman terbaikku....
Setelah bertanya pada diriku apa yg sebenarnya aku inginkan, apa yg sebenarnya membuatku bertahan di lubang yg menimbulkan rasa sakit dan bosan ini...
Setelah menyadari kesemuan berbagai hal yang aku bawakan selama ini...
Setelah menyadari betapa lelahnya mata yg seperti tak punya arah pandang...
Setelah menyadari bahwa aku terlalu lama berada di lubang ini...

thank's Allah... aku tak sendiri ternyata...
-----

akhirnya aku bisa berteriak: yuhuu!!!! this is it! \^__^/ yeah...!

23 September 2010

di perempatan

Sekitar jam 11.45 WIB aku melaju ke kos, setelah berkunjung ke kos temanku. Panas. Langit sangat cerah, tapi memang tampak ada awan-awan kecil yg kuduga akan segera menjadi mendung. Tiap lampu merah, berhenti. Melewati beberapa SD, kulihat anak-anak SD yg tetap ceria riang berlarian (mungkin karena bahagia akan segera sampai di rumahnya), mengingatkanku pada masa SD-ku dulu.

Sampai di perempatan Jetis, menuju jalan AM. Sangaji, lampu merah, oh, listriknya mati. Seorang polisi berdiri di tengah perempatan menggantikan tugas lampu merah, memberi aba-aba arah mana yg boleh jalan, dan arah mana yang mesti menunggu. Aku menunggu aba-aba jalan. Sementara panasnya udara masih terus terserap ke dalam jaket hitamku.

Di kanan jalan itu, di ujung zebra cross, seorang lelaki kecil berpakaian putih merah, tampaknya juga sedang menunggu. Menunggu jalan sepi untuknya, untuk menyeberang. Sesekali tampak ia ingin melangkah maju, lalu ia urungkan setelah melihat sepeda motor melaju dari tikungan di belakangnya. Berkali-kali ini terjadi. Lalu ia mundur, menyandarkan tubuhnya ke tembok di belakangnya. Dari seberang jalan, seorang polisi keluar dari gardunya, ia berjalan, ke arah anak kecil itu bersandar. Awalnya kupikir ia tak akan membantu polisi yg sedang memberi aba-aba di tengah perempatan.

Ternyata, polisi itu berhenti di tempat anak kecil itu bersandar, merangkulnya, sejenak seulas senyum ia berikan ke anak kecil itu. Dijabatnya tangan anak kecil itu, lalu diajaknya menyeberang bersamanya. Sang anak mengikuti langkah polisi itu sambil sesekali menatap ke atas, ke wajah polisi itu. Sampailah di seberang. Sayang terhalang mobil yg berhenti di samping kiriku sehingga aku tak bisa menyaksikan bagaimana raut wajah anak itu setelah sampai di seberang. Ah! Mungkin anak itu tersenyum pada polisi itu, atau mereka berdua sama-sama saling melontarkan senyum, atau, anak itu mengucapkan terima kasih, atau... ah! mungkin saja anak itu segera berlari menikmati kebebasan jalan yg ia lalui ke rumah, sambil menyimpan rasa gembira tak terkira di jiwanya. Dan tak sabar untuk menceritakan kisah penyeberangannya tadi kepada ibunya, yg menyambutnya dengan senyum lebar di rumahnya.

Polisi di tengah perempatan itu sudah menghadapkan dirinya ke arah jalanku, dan memberi aba-aba jalan. Aku segera melaju, dan di perjalanan aku berjanji pada diriku untuk mengabadikan momen tadi. Seperti anak kecil tadi, yg mungkin jg akan mengabadikan momen ini di jiwanya.

analogi kompleks

Bilangan kompleks. Bentuk umumnya adalah a + bi, dimana a dan b adalah bilangan nyata dan i adalah bilangan imajiner yg mempunyai sifat i 2 = −1. Atau, a adalah bagian nyata, dan (bi) adalah bagian imajiner-nya. Jika dalam suatu bilangan kompleks, nilai b = 0, maka nilai bilangan kompleks itu akan sama dengan nilai bagian nyata-nya.

Himpunan bilangan kompleks (C) mencakup himpunan bilangan nyata (R), dan juga himpunan bilangan imajiner. Operasi-operasi pada himpunan bilangan kompleks sebenarnya tak jauh berbeda dg operasi-operasi pada himpunan bilangan nyata.

Ah! Tapi saya sedang tak ingin membahas bilangan kompleks tersebut sebenarnya. yg ingin saya ungkapkan di sini adalah: permasalahan. Ya, permasalahan yg kadang saking rumitnya dan tak bisa diutarakan dg susunan kalimat yg rapi, sehingga membuat kita mengatakan: permasalahan yg kompleks.

Hm, beberapa hari ini saya berpikir, bahwa ternyata permasalahan yg kompleks ini memiliki sifat yg hampir mirip dg bilangan kompleks.

Bilangan kompleks terdiri atas bagian nyata dan imajiner. Kalau dicermati, seperti itu jualah permasalahan yg kompleks, terdiri atas bagian yg nyata, dan bagian yg imajiner. :D

Maksud saya seperti berikut ini. Masalah kompleks terdiri atas yg nyata dan yg imajiner. Yg nyata, adalah hal yg memang nyata ada, bisa dilihat, bisa didengar, bisa diamati dg pancaindera. Dan satunya lagi, bagian yg imajiner, hanya ada dalam imaji kita, tak mewujud nyata di hadapan kita.

Adanya hal yg imajiner inilah yg membuat suatu permasalahan nyata menjadi kompleks. Hal-hal yg imajiner ini bisa meliputi dugaan, prasangka, kekhawatiran, ketakutan, dsb. Saya rasa, adalah perlu dan penting untuk memperlakukan hal-hal yg imajiner tsb selayaknya memang hal-hal tersebut hanyalah ada dalam imaji kita, belum mewujud nyata. Hal-hal tersebut masih berupa hal yg "mungkin". Meski mungkin terjadi, tapi tetap saja hal-hal tersebut mungkin "tidak terjadi".

Dalam matematika, banyak yg beranggapan, menyelesaikan permasalahan dalam semesta himpunan bilangan nyata, lebih mudah dibandingkan jika melibatkan bilangan imajiner.
Rasa-rasanya sama juga dg penyelesaian permasalahan dalam kehidupan ini. Lebih mudah menyelesaikan masalah yg jelas n nyata, dibandingkan jika masalah tersebut melibatkan hal-hal yg imajiner. Iya, kadang hanya masalah kecil. Tapi selalu saja ada ragu saat ingin menyelesaikan masalah itu, yg takut inilah, takut itulah, yah, hanya ketakutan, kekhawatiran, hal yg imajiner..

Dalam mengoperasikan bilangan kompleks, adalah perlu untuk mengidentifikasi, mana bagian yg nyata, n mana bagian yg imajiner. Saya rasa tak jauh beda pula dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan yg kita anggap "kompleks", kita perlu mengidentifikasi terlebih dahulu, mana hal yg memang nyata-nyata ada, dan mana hal yg hanya ada dalam imaji kita.

Hm, ini saja hal yg beberapa hari ini saya renungkan. Semoga bisa menambah kebingungan anda, wkwkw...

Oh, ya, ada satu hal lagi: ada yg tampak kompleks padahal termasuk nyata jg, seperti: (0.375 + 9.863i - 50.125 + 6.071i + 80 - 15.934i) , ini salah satu hal, kenapa penyederhanaan itu penting. Dan kalau mau dirunut-runut, sebenarnya penyelesaian masalah itu hanyalah sebuah proses penyederhanaan bentuk masalah tsb.
^_^

salam matematika,

ramen



hmmm.... Pengen makan mie ramen ni...,
Eh, di jogja, di jalan monjali, ada resto ramen yg enak lho... (menurutku n teman-temanku yg dah pernah maem ramen di sana), Nikkou Ramen. Yg hobi maem ramen, resto ini patut dicoba. ^_^

neraka

Sering aku mengetahui sesuatu yg bisa menghancurkanku, tapi aku tetap melakukannya. Sesaat setelah itu, sampailah aku di nerakaku. Sedikit merasa tersalahkan ditambah golak pikir pembelaan diri. Ya, karena aku selalu mengatakan bahwa tak ada yang patut untuk mengatakan "sesuatu itu salah", bahkan bagi diriku sendiri. Aku memang orang yg tak mau menganggap salah apapun. Segalanya adalah real terjadi, tak ada yg salah, n tak perlu pula mengatakan "sesuatu itu benar". Ini hanya kenyataan.
Namun kadang ini jd neraka bagiku, karena nyatanya yg ada di luar diriku seolah selalu saja membuatku merasa tersalahkan. Akhirnya, aku memang lantas mengembalikan ini semua kpd kenyataan. Tak ada yg salah dalam hal ini. Kenyataannya memang sebagian besar manusia sangat suka mendefinisikan "salah" dan "benar". Dan aku ternyata ada di luar komunitas itu.
Ah! Tak apa, ini memang kenyataan. Toh, aku jadi mulai belajar mengenal nerakaku, dan mengembalikannya kepada kenyataan, kepada realitas.

kompleks (1)

Ada yg kadang terasa begitu rumit, tak bisa dijelaskan dg kata2 yg tertata rapi. Hal yg real dan imajiner berbaur dalam deret yg membentang panjang, membuat suatu gambaran yg kompleks. Sudah tahu, seharusnya bisa mengelompokkan, mana yg imajiner, mana yg real. Tahu itu. Juga dah tahu, perlu melakukan penyederhanaan. Dan penyederhanaan tak akan pernah terjadi tanpa langkah awal yg diambil. Perjalanan bermil-mil jauhnya dimulai dg satu langkah jua.

Hm, inilah dia, terasa rumit, sampai2 aku sulit menjelaskannya dg susunan kata yg rapi. Beginilah, aku belum mengambil langkah pertama. Sederhana saja sebenarnya: pagi ini harusnya aku memulai dg membeli makanan u/sarapan.

------------------

artikel terkait:
Analogi Kompleks

05 September 2010

tolong



aku mulai tak yakin arah…
mulai tak percaya di mana timur atau barat,
pun selatan atau utara,

aku sakit..
dan mulai tak percaya pada yg selalu diungkit
tentang obat-obat yg katanya turun dari langit..

aku lapar..
dan mulai tak percaya, pada kabar-kabar
tentang makanan yang katanya tersedia di pasar-pasar,

aku haus..
dan mulai tak percaya, pada pemberitaan
tentang air yg katanya jernih menyegarkan,
pun pada air hujan

aku kedinginan…
dan mulai tak percaya,
pada kain-kain yg katanya menghangatkan..
pun pada jahe, atau wedang ronde

tolong,

jogja, 5 september 2010

lupa

Hmm..dua hari yg luar biasa. Oh, sebenarnya dah empat hari, tanpa pulsa di HP, memang sengaja tak kuisi. Ah, tapi ini bukan yang ingin kubicarakan sebenarnya. Tapi apa? saya lupa..

Oh, ya, saya ingat sekarang. Saya ingin bercerita tentang percakapan saya dengan teman saya semalam. Kami melakukan analisis ngawur tentang pengaruh pikiran2 dan perasaan2 ibu kami saat mengandung kami, terhadap watak bawah sadar kami. Ya, kami merasa berbagai hal yg melekat pada karakter kami, tak terlepas pula dari keadaan emosional ibu kami saat mengandung kami. Wkwkw.. aneh…

dan.., ah! saya telah lupa lagi ingin berkata apa soal itu,

01 September 2010

a new consciousness in this new month


Ya, targetku bulan September ini, tak muluk-muluk. Aku cuma ingin meraih sebuah kesadaran baru untuk menggerakkan hidupku.

realita

Realita kehidupan. Menyakitkan. Ya, setelah menonton film “Alangkah Lucuya Negeri Ini”, aku semakin sadar bahwa yang berlaku di kehidupan ini bukanlah “malaikat selalu menang” , tetapi memang “yang dianggap benar yang selalu menang”. Ya, hanya yang dianggap benar. Malaikat bisa kalah dan setan bisa menang, atau sebaliknya. Hal itu memang telah diatur oleh Tuhan. Dan seandainya Tuhan ada di pihak malaikat, berarti ada kalanya Tuhan mengalah, mempersilakan setan untuk menang, jaya di atas kekalahan Tuhan. Tetapi itu pun karena Tuhan menjalankan hukumnya, bahwa memang mesti ada pergantian kekuatan di dunia ini. Pergantian antara kekuatan gelap, dan kekuatan terang, sebagaimana siang dan malam yang senantiasa berganti, untuk menjaga keseimbangan. Betapa adil dan Maha Tahu-nya Tuhan.

Barangkali menyakitkan, bagi yang hidup qalbunya, melihat segala kerusakan di bumi ini. Menyakitkan memang, melihat ibu bunuh diri setelah membunuh anak-anaknya karena alasan ekonomi. Sakit rasanya melihat anak-anak jalanan memeras keringat mereka dg berdagang asongan, yang kadang mesti lari pontang-panting saat ada razia. Dan hampir tak ada solusi untuk kehidupan si anak jalanan yang lebih baik, sedangkan yang diberi kepercayaan untuk mengelola rakyat, malah sibuk dengan kepentingannya masing-masing, kepentingan pribadi, ataupun golongan. Betapa jenuhnya melihat orang berlomba mengejar kesuksesan individu masing-masing, main sodok sana sini, yang tolok ukurnya hanya materi, tak apa memang, tapi kalau materi itu hanya untuk pribadi, hanya demi popularitas dan kemakmuran pribadi, ini yang membuat segalanya nampak semu. Semu, karena saat ia telah berhasil mencapai segala tujuannya, di bawahnya, bahkan di samping kanan kirinya, atau di belakangnya, ada yang luka, ada yang terluka meski bukan karena kita, dan kita tetap tak bisa berbuat apa-apa dengan segala pencapaian kita. Semu.

Ya, semu memang. Kita tak berdaya apa-apa dengan segala kesenjangan yang ada.
Tetapi, itu semua memang sudah menjadi bagian dari scenario Tuhan. Ada kalanya kegelapan menang, agar nanti sang terang punya kesempatan untuk menang. Ya, jika tak ada pergiliran seperti itu, mungkin kita tak akan mengenal kata kalah dan menang.

Inilah kebenarannya, bahwa pergiliran kalah menang antara kegelapan dan sang terang itu, pasti terjadi. Jika menyakitkan, ya, memang ini saatnya kita merasakan sakit, agar nanti kita bisa mengerti rasanya sehat segar bugar. Betapa adilnya Tuhan. Dan maafkan jika kami masih selalu menuduhMu tak adil. Percayalah, itu hanya emosi sesaat.