25 Februari 2009

Coba bayangkan......

Can you imagine if there aren't any number system in this world?
How can the human build their house?
How can a man buy something?
How can a man make a computer?
How can a man make a road?
How can a man make a type machine?
How can a man make a machine?
Hoe can a man measure something?
....
etc.

So, thank's God, You give us the ability to make a number system, and so to learn mathematics...

08 Februari 2009

Religiusitas Matematika

Saat belajar Biologi, aku bisa tahu tentang kerumitan susunan sel atau DNA makhluk hidup, yang mengantarkanku pada lantunan tasbih memuji Rabb-ku.

Saat belajar Fisika dan Astronomi, aku menyaksikan jalan-jalan yang dimiliki oleh bermilyar bintang, planet, serta galaksi di angkasa yang tidak saling memotong. Aku pun terbawa dalam decak takdzim, meng-akbarkan Rabb-ku.

Saat belajar Kimia, aku disuguhi kenyataan bahwa inti atom yang sebegitu mininya, ternyata menyimpan energi yang bisa menghancurluluhkan sebuah peradaban. Aku diajak menjelajahi bermacam-macam unsur di alam yang memiliki keteraturan sifat yang luar biasa. Bagaimana aku bisa percaya bahwa semua unsur itu muncul secara spontan tanpa ada yang mendesainnya? Dan aku pun mengakui kejeniusan Rabb-ku.

Saat belajar Sejarah, aku belajar tentang kegigihan, perjuangan, dan kebenaran yang suatu saat pasti menang.

Saat belajar Geologi, aku diajak menjelajah terjadinya gunung dan berbagai fenomena alam, yang ternyata sudah dijelaskan di Al-Quran 1400 tahun yang lalu. Bagaimana aku tidak semakin yakin akan kebenaran ajaran Rabb-ku?

Lalu, saat belajar Sosiologi, aku diajak berbagi dengan sesama, diajak mencintai dan mengasihi sesama. Dan itu adalah ajaran dari Rabb-ku.

Lalu...., tiba saat belajar matematika. Aku dihadapkan pada angka-angka yang bisa aku tulis sampai tak terbatas. Aku disuguhi persoalan-persoalan lucu: beli 2 apel dan 1 jeruk harganya segini, beli 3 apel dan 4 jeruk harganya segitu, berapa harga 1 apel? Sederhana, bukan? Aku diajak mengubah bahasa verbal menjadi kalimat-kalimat dengan simbol-simbol seperti x, y, dan angka-angka. Menghitung, menghitung, dan menghitung. Entah apapun yang dihitung, yang penting menghitung. Bukuku mulai dipenuhi angka-angka dan simbol-simbol aneh. Waktuku tersita oleh soal-soal latihan matematika yang sepertinya sangat bahagia jika aku pecahkan. Lalu, dimana decak takdzim, lantunan tasbih, serta gaung takbir dalam hati saat belajar matematika?

Bahkan ketika aku berjalan-jalan di dunia maya aku menemukan suatu pernyataan bahwa matematika telah membuktikan bahwa God = 0, dan sebuah gambar seperti di bawah ini:



Seorang guru pernah berkata: Matematika itu alat, kawan. Ia adalah sarana. Keindahannya tak kan nampak ketika ia hanya berdiri sendiri. Ia harus digunakan, baru akan jelas kehebatan dan keindahannya. Ia tidak membuat orang kagum kepadanya. Tetapi orang yang memahaminya, akan dibawanya mengerti kehebatan Sang Pencipta.

Guru itu lalu melanjutkan: Coba ingat saat kamu belajar Biologi, kamu dibuat terpesona oleh keunikan bilangan pada molekul DNA. Itu karena kamu paham matematika, kawan. Saat belajar Fisika maupun astronomi, kamu pasti bertasbih melihat planet-planet berotasi dan berevolusi tanpa saling bertumbukan, dan kamu berdecak takdzim saat melihat bilangan bintang dan galaksi yang besarnya masyaAllah. Itu karena kamu memahami matematika, kamu tahu bahwa bintang dengan ukuran sebesar itu dan jumlah yang seabreg itu, ternyata tidak pernah saling bertumbukan dalam geraknya. Kamu pun jadi bisa membayangkan, betapa dahsyat ukuran alam semesta itu. Apalagi ditambah kenyataan bahwa ia selalu mengembang. Ditambah, saat belajar Kimia kamu terkagum-kagum dengan bilangan-bilangan massa atom yang membentuk barisan bilangan yang unik. Sehingga, kamu jadi bisa membayangkan betapa jenius, hebat, dan Maha Besarnya Rabb-mu yang menciptakan itu semua.

Guru itu berkata lagi: Matematika itu sangat arif. Ia tidak berharap manusia mengaguminya. Ia hanya ingin dipahami. Karena dengan itu, ia bisa mengantarkan manusia kepada rasa syukur dan ketundukan kepada Rabb yang telah menciptakan alam semesta.

Seorang Siswa dan Matematika

15 Juli 2008

Dyariku, ini hari pertamaku dapat mata pelajaran Matematika di SMP-ku yang baru. Guruku galak bgt, aku jadi takut. Guru matematikaku memberiku PR seabreg. Latihan 1, dari nomor 1 sampai 10, yang tiap nomor terdiri dari poin a sampai f, bahkan ada yang sampai j. Aku pusing, soal-soalnya susah. Pulang sekolah, aku langsung pergi ke rumah temen untuk ngerjain PR bareng, soalnya besok pagi harus sudah jadi. Sampai sore aku ngerjain PR, belum selesai juga. Akhirnya aku pulang. Sampai rumah, aku cerita ke ibuku. Pengen minta bantuan, eh ibuku malah bilang dia nggak bisa. Mana PR-ku masih kurang banyak bgt. Akhirnya aku nglembur, baru saja selesai. Tahu nggak, sekarang sudah jam berapa? Jam 00.31. Jangan bilang-bilang ya dy, tadi aku nangis. Hiks-hiks. Aku tidur dulu ya...., moga-moga aja besok nggak kesiangan.

16 Juli 2008

Dy, hiks-hiks..., hari ini sangat buruk. Tadi, Matematika membahas PR yang kemarin. Guruku berkeliling, meneliti PR kami. Kami juga disuruh menuliskan jawaban kami di depan kelas. Satu persatu kami ditunjuk mengerjakan soal di depan kelas. Tadi aku deg-degan, takut ditunjuk untuk mengerjakan di depan. Aku kan nggak yakin jawabanku benar. Apalagi, setiap ada siswa yang jawabannya salah, guruku selalu memarahinya, bahkan ada yang kepalanya di-onyo-onyo, dijedugin ke papan tulis. Aku kan takut. Eh, nggak tahunya, aku juga ditunjuk maju ke depan kelas. Tahu nggak dy, tadi kata guruku, caraku mengerjakan soal itu salah. Aku jadi malu. Masa aku dibilang goblok sama guruku itu? Apa aku memang bodoh ya dy?
Ternyata PR-nya kemarin tidak dinilai. Cuma dibahas satu persatu anak maju ke depan kelas aja. Padahal aku sudah mengerjakannya sangat rapi di buku latihanku, sampai jam dua belas malam lagi. Hiks, hiks. Jadi pengen nangis.
Dy, matematika itu sulit.